Guru memiliki posisi penting dalam pembangunan manusia Indonesia. Peran guru dalam membangun sumber daya manusia sangat krusial. Tidak sebagaimana profesi lain, pembangunan sumber daya manusia khususnya bidang pendidikan tidak memberikan dampak secara langsung yang dapat terlihat oleh mata. Namun dampak –baik positif maupun negatif – akan nampak setelah berlalu proses yang cukup panjang. Hal ini menjadikan pendidikan sebagai pisau bermata dua. Di satu sisi,
Berawal dari pagelaran Ujian Nasional di tahun
2003, di setiap tahun penyelenggaraan semakin menampakkan output pendidikan
nasional kita yang selama ini kurang mendapatkan perhatian. Keprihatinan
ternyata tidak hanya pada sisi kognitif siswa saja, namun juga sisi kepribadian
dan moral masyarakat yang semakin terlihat mengkhawatirkan, bahkan menyeramkan.
Mulai dari siswa, orang tua siswa, aparat pemerintah daerah, bahkan yang lebih
parah lagi; Guru sebagai seorang pendidik, ikut larut dalam gelombang kerusakan
yang pada akhirnya mengkarut-marutkan wajah pendidikan nasional kita.
Tawuran pelajar masih membuat kita bergeming,
kehamilan di luar nikah pun belum membuat kita beranjak dari aksi pembiaran
keterpurukan pendidikan. Ujian Nasional-lah cermin yang paling menggambarkan
wajah pendidikan kita yang membuat kita sadar “ada sesuatu yang harus diubah”
dalam sistem pendidikan nasional kita.
Berawal dari keprihatinan inilah, kami; pihak
menejemen Az Zahra Boarding School mencoba lebih memperhatikan dan
mengembangkan potensi guru. Kami menyadari bahwa guru bukan sekedar sekelompok karyawan
yang dapat dipekerjakan dan dipecat jika tidak lagi memenuhi standar. Guru
bukanlah seseorang yang sekedar harus hadir dan pulang tepat waktu. Guru bukan
sekedar seseorang yang mampu memberikan materi pelajaran tertentu dengan mahir
kepada peserta didik. Namun, Guru adalah manusia yang utuh. Utuh kepribadiannya,
utuh akhlaknya, utuh adab kesantunannya, utuh kecerdasannya. Guru adalah model
manusia terbaik yang ada yang dapat kami tampilkan untuk dijadikan tauladan
oleh siswa.
Memposisikan guru sedemikian tinggi membuat
kami menjadi teringat posisi guru di jaman dahulu kala. Dimana guru adalah
manusia yang serba tahu segalanya. Manusia yang menjadi kiblat dalam setiap
pembuatan keputusan di sebuah desa. Dengan kesahajaan, guru di zaman itu adalah
model bagi masyarakat di sekitarnya. Dalam beberapa sisi, kami ingin guru tetap
dalam posisi seperti itu.
Sebuah kenyataan, dimana membanjirnya informasi
di era teknologi informasi menjadikan ilmu pengetahuan menyebar luas, mungkin
lebih tepatnya berserakan. Siswa dengan beragam perangkat komputer dan gadget
dapat mengakses informasi yang bahkan tidak terpikir oleh guru untuk
mengetahuinya. Di sisi ini, tentu saja seorang guru tidak dapat lagi
memposisikan diri sebagai guru di masa lalu. Guru saat ini –disamping harus
memperhatikan sisi sikap dan perilaku, juga harus terus belajar untuk mengejar
sejumlah besar informasi yang diserap oleh seluruh siswa di dalam kelasnya. Ini
adalah tantangan tersendiri untuk guru di jaman sekarang.
Beberapa fakta tersebut di atas, mendorong
kami untuk lebih mempersiapkan tenaga pengajar kami dalam menghadapi tantangan
proses pembelajaran di tahun dimana sekolah kami pertama kali membuka kelas,
bulan Juli tahun 2015.
Ya, kami adalah sekolah baru yang masih harus
banyak belajar. Setidaknya, dengan pengalaman yang ada, kami memiliki semangat untuk membuat sebuah sistem pendidikan yang berbeda. Harapannya,
sistem pendidikan yang kami bangun ini dapat mengisi ruang kosong sebuah Bangun
Pendidikan Nasional yang tengah berrevolusi ini.